“Pemerintah berkomitmen melakukan transformasi energi, transisi energi dapat dilakukan dengan mengendalikan konsumsi BBM dan mengembangkan energi terbarukan. Ini strategi pengembangan berbasis vehicle dan dikaitkan investor membangun kendaraan elektrik di Indonesia, perlu melakukan skema perubahan tarif PPnBN. Mengingat minat investor di Indonesia, maka pemerintah mengajukan perubahan,” jelasnya.
Adapun pertimbangan pemerintah melakukan pengenaan PPnBM dilakukan melalui empat komponen, diataranya mempertimbangkan keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi, pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong mewah, perlindungan terhadap produsen kecil/ tradisional, dan untuk mengamankan penerimaan negara.
Nantinya, perubahan PP 73/2019 akan menggunakan mekanisme tarif kendaraan program dengan skema I. Kemudian, perubahan mekanisme skema I ke skema II untuk kendaraan akan diberlakukan dengan ketentuan 2 tahun setelah adanya relaksasi investasi signifikan yakni sebesar Rp5 triliun di industri mobil BEV, atau saat mulai BEV berproduksi komersial dengan realisasi investasi Rp5 triliun.
“Tarif mild-hybrid untuk skema II disesuaikan menjadi 12 persen, 13 persen, dan 14 persen. Selanjutnya, ketentuan TKDN diatur lebih lanjut dengan mengacu pada PP 55/2019. Kemudian, impor kendaraan bermotor tidak masuk dalam program, dan dikenakan tarif PPnBM sesuai dengan kategori passenger vehicle dan komersial sesuai PP 73/2019,” jelas Sri Mulyani.