Apa peran Harvey Moeis?
Kejaksaan menyebut Harvey Moeis merupakan perwakilan PT Refined Bangka Tin sekitar tahun 2018-2019.
Harvey disebut menghubungi Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias Riza yang sudah menjadi tersangka, dengan maksud mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Dalam beberapa kali komunikasi, keduanya sepakat untuk bekerja sama dalam kegiatan penambangan ilegal yang “disamarkan” lewat sewa-menyewa peralatan pemrosesan timah.
Setelah itu Harvey menghubungi beberapa perusahaan pengolahan timah atau smelter agar ikut serta dalam pemrosesan timah.
“HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP (Venus Inti Perkasa), PT SPS, dan PT TIN (Tinindo Inter Nusa),” jelas Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi.
Harvey kemudian diduga meminta sejumlah perusahaan pengelolaan timah untuk menyetorkan sebagian keuntungan dari kegiatan penambangan timah ilegal dengan dalih sebagai pembayaran dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Uang itu dikirim lewat PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang dimiliki Helena Lim.
Menurut Kuntadi, Harvey tidak tercantum sebagai pengurus di PT Refined Bangka Tin. Dia juga tidak merinci mengenai pengurus ataupun pemilik perusahaan tersebut.
Atas perbuatan tersebut, penyidik menjerat Harvey dengan sangkaan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Harvey langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Berapa kerugian perekonomian negara dari tambang ilegal?
Kejaksaan Agung menyebut kerugian perekonomian negara dalam kasus penambangan timah ilegal di wilayah izin usaha pertambangan atau IUP PT Timah mencapai Rp271 triliun.
Kerugian perekonomian itu terkait dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan di kawasan hutan dan non-hutan.
Termasuk juga kerugian ekonomi lingkungan dan biaya pemulihan lingkungan.
“Bekas area tambang yang seharusnya dipulihkan ternyata sama sekali tidak dipulihkan dan ditinggalkan begitu saja sehingga meninggalkan lubang yang begitu besar,” ujar Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi.