Lebih lanjut Zudan menjelaskan, penghitungan pendapatan ASN saat ini bukan didasarkan dari profil risiko, melainkan karena formulasi yang ditentukan oleh Kemenkeu sebagai pengelola keuangan negara. Zudan menilai, mengacu pola sistem penggajian saat ini tentu akan menimbulkan kecemburuan di antara ASN.
Zudan mengaku, banyak sekali mendapat masukan dan aspirasi terkait topik penggajian itu. Pasalnya, meski memiliki grade yang sama, tetapi pendapatan ASN di Kemenkeu atau Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa berbeda.
“Banyak yang bertanya pada saya, Pak apa bedanya ASN di Kementerian Keuangan pada umumnya dengan kami yang di daerah, tunjangan kami mengapa kecil sekali,” ujarnya.
Korpri pun, lanjut Zudan, mencermati penyusunan tunjangan kinerja yang belum terformulasi berdasarkan profil risiko maupun pertimbangan kepentingan strategis seperti untuk tenaga kesehatan, guru atau prajurit TNI. Sebab, pendapatan ASN di rumah sakit yang mempertaruhkan risiko nyawa masih kalah dengan di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.
Maka Zudan menegaskan, bagi Korpri sistem penggajian harus berkeadilan antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
“Kalau di Kementerian Keuangan bisa setinggi itu bisa ditanyakan bagaimana cara menyusun seperti itu. Kalau di DKI Jakarta juga bisa setinggi itu, bagaimana daerah bisa menyusun yang setinggi itu,” kata Zudan.
Menurut Deputi BKN, Haryomo sebagai narasumber, sebenarnya gaji PNS itu sama. Yang berbeda adalah Tunjangan Kinerja (Tukin) atau Tunjangan Penambahan Pendapatan (TPP).
-