JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melarang media untuk menayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota Polri. Perintah tersebut tertuang melalui Surat Telegram (ST).
“Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono, Selasa (6/3/2021).
Surat Telegram tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan itu bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas.
Di dalam telegram itu, terdapat beberapa poin yang harus dipatuhi para pengemban fungsi humas Polri. Salah satunya adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.
“Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis,” demikian bunyi poin pertama ST itu.
Kemudian, Humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.
Selanjutnya, reka ulang juga dilarang walaupun bersumber dari pejabat Polri. Terutama apabila reka ulang itu tentang kejahatan seksual.
“Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual,” sambungnya.