SOROTAN, – Tujuh tahun silam, empat orang mantan wartawan perempuan Indonesia membentuk komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). Mereka mendirikan komunitas ini untuk mengembalikan lagi kejayaan kebaya sebagai busana harian.
Pada zaman penjajahan dulu, kebaya yang dipadukan dengan bawahan kain batik, songket, atau tenun, merupakan busana harian kaum perempuan Indonesia.
Penggunaan kebaya bukan hanya sebagai fesyen semata, melainkan juga sebagai identitas bangsa di mata penjajah. Bahkan, perempuan bangsa Eropa turut mengganti pakaian mereka dengan kebaya sebagai cara beradaptasi dengan warga setempat.
Namun, seiring fesyen yang terus berkembang, kebaya tak lagi menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia untuk berbusana sehari-hari. Kini, pemandangan perempuan memakai kebaya setiap hari umumnya hanya dijumpai di beberapa daerah di Jawa seperti Yogyakarta.
Penggunanya pun biasanya sudah berusia tua. Perempuan lainnya mengenakan kebaya hanya untuk menghadiri acara formal saja.
Karena itu, PBI berusaha mengembalikan kembali kebiasaan lama tersebut dengan membuat gerakan “Indonesia Berkebaya” dan “Selasa Berkebaya”. Melalui “Indonesia Berkebaya”, PBI mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memakai kebaya dalam menjalani aktivitas harian. Mulai dari bekerja, berkumpul bersama teman-teman, hingga ke pasar.
Ketua PBI, Rahmi Hidayati, mengatakan bahwa dirinya selalu mengenakan kebaya ke manapun. Bahkan, ia juga pernah naik gunung pakai kebaya.